SAMPIT - Melalui kuasa hukumnya Yanto Saputra sudah secara resmi melayangkan surat permohonan rapat dengar pendapat ke DPRD Provinsi Kalteng.
"Senin 17 Februari 2025 sudah kita sampaikan surat ke DPRD Provinsi," kata Yanto, Selasa 18 Februari 2025.
Menurut Yanto tinggal menunggu jadwal, kapan DPRD Provinsi mengagendakan rapat dengar pendapat tersebut dengan memanggil pihak-pihak terkait dalam masalahnya bersama PT HAL tersebut.
Yanto mengatakan, RDP diajukannya atas dasar sikap PT HAL yang tidak menghormati hasil putusan adat Kedamangan Kecamatan Tualan Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur yang menyatakan perusahaan sawit itu melakukan pelanggaran adat dan sudah final dan mengikat terhadap pengrusakan eks makam dan penggarapan lahan milik orang tuanya.
Namun oleh PT HAL kata Yanto putusan adat itu digugat oleh PT HAL ke Pengadilan Negeri Sampit secara perdata yang dalam gugatannya meminta putusan adat itu untuk dibatalkan.
Perlu ditegaskan disini, kata dia bahwa berkaitan dengan Sengketa Adat dalam perkara dimaksud telah ada Putusan Kerapatan Mantir Perdamaian Adat Kecamatan Tualan Hulu Nomor : 1/DKATH/PTS/V/2024, tanggal 2 Mei 2024 yang bersifat final dan mengikat sesuai Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak Di Kalimantan Tengah jo. Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor 6 Tahun 2012 tentang Kelembagaan Adat Dayak Di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Bahwa oleh karena itu, demi penghormatan terhadap kearifan lokal yang ada di Kalimantan Tengah atau Kotawaringin Timur harusnya Putusan Adat tersebut dipatuhi oleh semua pihak, sehingga upaya perusahaan mengajukan gugatan perdata dan meminta agar Pengadilan Negeri Sampit membatalkan putusan Adat tersebut tidak berdasarkan hukum, sebab Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Sampit juga wajib menaati Peraturan Daerah yang berlaku sebagaimana hal tersebut.
Sebelumnya proses perkara perdata Nomor: 36/ Pdt.G/2024 dengan Penggugat PT Hutanindo Agro Lestari (PT HAL) melawan Yanto E. Saputra, turut tergugat Damang Kepala Adat Kecamatan Tualan Hulu terus berlanjut.
Sejumlah fakta-fakta kejanggalan dalam perkara tersebut semakin terungkap di persidangan Pengadilan Negeri Sampit, mulai dari keterangan saksi yang dihadirkan penggugat hingga yang dibahas objek sengeketa sementara gugatan terkait putusan kepala data damang Tualan Hulu.
Yanto menerangkan pada persidangan hari Selasa 11 Februari 2025 terungkap fakta bahwa ternyata Anjir Maulana ketika melakukan pembelian tanah dari Nilay tidak pernah melakukan pengecekan ke lapangan, dan uang jual beli ternyata bersumber dari pihak lain.
"Sehingga berdasarkan fakta tersebut jelas kami akan mempertimbangkan untuk mengajukan pelaporan ke pihak yang berwajib karena saksi tersebut memberikan keterangan di bawah sumpah bahwa sebenarnya ada rekayasa dalam jual beli dimaksud," katanya usai sidang.
Terlebih kata dia objek tanah sengketa eks makam tersebut sebenarnya bukan milik Nilay.
"Dalam persidangan tadi juga saya sempat mengusulkan agar dilakukan pengecekan lapangan (pemeriksaan setempat) karena meskipun dalam gugatannya pihak PT HAL hanya meminta putusan sengketa Adat dibatalkan namun dalam pembuktian lebih banyak mengungkapkan masalah sengketa lahan," katanya.
Namun itu semua tetap berpulang kepada Yang Mulia Majelis Hakim, untuk lebih menguak fakta yang sebenarnya terjadi.
Dan ketika saksi manager area Sepundu yang dihadirkan oleh pihak PT HAL tadi memberikan keterangan di bawah janji, juga terungkap fakta bahwa yang bersangkutan menyatakan memiliki kapasitas mewakili perusahaan dalam sidang adat karena ada perintah pimpinan dan ada surat tugas, sehingga saksi dimaksud memiliki legal standing mewakili perseroan atau PT di sidang Adat sebelumnya.
(Tinus)
0 Comments