JAKARTA - “Masyarakat dapat memilih opsi berbelanja yang lebih aman yaitu dengan memanfaatkan kemajuan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), yaitu berbelanja online untuk meminimalisir terpapar virus COVID-19,”jelas Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito saat keterangan pers Perkembangan Penanganan COVID-19 yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Graha BNPB, Jakarta, Selasa, 4 Mei 2021.
Tradisi berbelanja menjelang hari raya Idul Fitri juga dilakukan masyarakat muslim Indonesia tahun ini. Namun, di tengah pandemi COVID-19, sangat tidak disarankan bagi masyarakat berbondong-bondong mendatangi pusat-pusat perbelanjaan. Karena menimbulkan kerumunan dan berpotensi memicu klaster penularan.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 menyayangkan tingginya mobilitas penduduk jelang lebaran yang memicu kerumunan. Akan lebih disarankan masyarakat memilih opsi berbelanja lebaran secara online. Sehingga masyarakat tidak berkerumun dan menumpuk di pusat-pusat perbelanjaan.
Apa yang disarankan ini cukup beralasan. Karena Satgas menyampaikan fakta bahwa kebijakan pengetatan mobilitas dan peniadaan mudik, nyatanya di lapangan masih ditemukan kenaikan mobilitas penduduk, khususnya ke pusat perbelanjaan. Dan Satgas telah melakukan pengamatan dengan menghimpun data dari Google Mobility pada rentang waktu di tanggal 11 Maret-16 April 2021.
Dalam pengamatan 3 minggu terakhir, ada 6 provinsi dengan kenaikan mobilitas ke pusat perbelanjaan tertinggi di Indonesia. Yaitu Provinsi Aceh (41%), Gorontalo (58%), Kalimantan Utara (47%), Maluku Utara (57%), Sulawesi Tenggara (55%), dan Sumatera Barat (53%). Dengan puncak kenaikan masing-masing 9 April 2021. Kenaikan mobilitas berdasarkan data ini, dikhawatirkan akan diikuti kenaikan kasus, sebagaimana pengalaman serupa pada waktu sebelumnya.
Diharapkan kenaikan mobilitas ini tidak mengganggu kondisi COVID-19 nasional yang cukup stabil, hasil jerih payah masyarakat dan pemerintah selama lebih dari setahun terakhir. Setiap daerah tanpa terkecuali harus benar-benar melakukan antisipasi potensi lonjakan. Pemerintah daerah dapat menyusun mekanisme aktivitas sosial dan ekonomi yang dapat dengan mudah diawasi pergerakannya.
Tujuannya, demi mencegah kerumunan maupun interaksi fisik yang dapat menjadi cara penularan COVID-19 yang lebih masif. “Untuk menjamin sistem yang dibuat dapat dijalankan dengan baik maka buatlah satuan tugas khusus untuk melakukan pembinaan di lapangan,” saran Wiku.
Namun perlu diingat bahwa Indonesia belum keluar dari pandemi COVID-19, sehingga ancaman penularan masih ada dan nyata. Untuk itu hal terbaik yang bisa dilakukan ialah melakukan segala aktivitas dengan terkendali agar produktivitas sosial ekonomi masyarakat berkembang ke arah yang lebih baik.
“Dari data ini kita dapat bersama-sama belajar bahwa sektor sosial dan ekonomi sangat berkaitan dan cara bijak untuk mampu mencapai hasil yang baik pada kedua sektor tersebut. Melalui kebijakan gas-rem yang berlandaskan fakta dan data yang ada,” pungkas Wiku.
(Infokabinet/Tinus)
0 Comments