PALANGKA RAYA - Sengketa kepemilikan tanah di wilayah Kelurahan Kalampangan/ Sabaru, Kecamatan Sabangau, menemui babak baru setelah ketua kelompok tani Lewu Taheta, Daryana dan Suparno, ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Tengah dalam jumpa pers di kediamannya, Jalan Galaksi, Rabu (3/9/2025),
Men Gumpul, Ketua Kalteng Watch sekaligus kuasa pendamping kelompok tani Lewu Taheta, menilai bahwa status tersangka kedua warga tersebut janggal dan tidak adil.
Daryana dan M Suparno dituduh membuat serta menggunakan surat palsu terkait lahan yang diklaim sebagai milik kelompok tani Lewu Taheta. Namun, Men Gumpul mempertanyakan mengapa hanya keduanya yang dijadikan tersangka, sementara dokumen yang dipermasalahkan, menurutnya, telah diketahui dan disahkan oleh Kelurahan Sabaru serta pihak Kecamatan Sabangau.
“Kalau benar dianggap palsu, seharusnya lurah, camat, bahkan masyarakat Lewu Taheta juga ikut menjadi tersangka. Kenapa hanya Daryana dan Suparno?” ujarnya.
Men Gumpul menuding ada indikasi kriminalisasi terhadap kedua warganya. Ia menyebut aparat penegak hukum belum pernah memperlihatkan dokumen dasar berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) milik kelompok Jadi Makmur, yang selama ini dijadikan dalil adanya pemalsuan.
“Kalau pihak kepolisian tetap memaksakan, maka masyarakat Lewu Taheta siap melakukan aksi unjuk rasa,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Men Gumpul juga menegaskan bahwa tanah masyarakat Lewu Taheta bukan bagian dari kawasan transmigrasi, sebagaimana kerap disebut dalam narasi pihak lain. Ia meminta agar pemerintah Kota Palangka Raya segera mempertegas tapal batas antar kelurahan di Kecamatan Sabangau untuk menghindari konflik berlarut-larut.
“Persoalan batas wilayah ini sudah lama jadi sumber masalah. Kalau batasnya jelas, sengketa seperti ini bisa diminimalisir,” ujarnya.
Salah satu warga, berinisial N, mengaku kecewa dan keberatan dengan tuduhan bahwa dokumen kepemilikan tanah yang mereka miliki adalah palsu. Ia menyebut lahan tersebut sudah digarap warga sejak 2018 dan bahkan sudah memiliki Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) sejak 2021.
“Kalau tanah yang kami garap sejak lama disebut surat palsu, itu jelas merugikan kami sebagai warga kecil,” ungkapnya.
Hingga kini, masyarakat Lewu Taheta masih menunggu penjelasan resmi dari penyidik Ditreskrimum Polda Kalteng terkait dasar hukum yang menjadikan Daryana dan Suparno sebagai tersangka. Pihak Kalteng Watch menegaskan akan terus mengawal kasus ini agar tidak terjadi praktik kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan lokal yang mempertahankan hak atas tanah mereka. (Altius)
0 Comments