JAKARTA - Terkait Pilpres 2024, kombinasi faktor nasional yang sedang pemulihan ekonomi dan faktor internasional akibat ketegangan geopolitik akan menjadi faktor X dalam membangun suatu kerjasama yang besar.
"Karena semakin sulit persoalan yang dihadapi bangsa ini, semakin berat tantangan eksternalnya maka ketidakpastian semakin tinggi. Agar kita bisa survive dan membangun masa depan, maka kita harus melakukan konsolidasi ke dalam guna menghadapi tekanan-tekanan internasional tersebut. Konsolidasi ke dalam dengan membentuk kerjasama politik yang besar," ujar Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat menanggapi Rilis Survei Nasional "Proyeksi Peta Koalisi Pilpres 2024" Poltracking Indonesia di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
"Ketika kita menghadapi konteks tekanan ekonomi itu berat, kemudian tekanan internasional terjadinya konflik-konflik kawasan itu semakin panas maka ini harus menjadi pertimbangan. Karena demokrasi ini alat. Terpenting ketika republik ini dibangun, sejarah mengajarkan semangat yang permusyawaratan dan musyawarah yang dikedepankan," sebut Hasto.
Hasto pun mengatakan politik bisa diumpamakan matematika yang sangat kompleks atau bisa juga jadi matematika yang sederhana. Itu tergantung pemahaman terhadap tracking yakni tracking historis dan tracking ideologis.
"Tracking historis ini sangat penting dalam membaca arah kerjasama Parpol ke depan. Bukan sekedar tracking elektoral karena itu sangat dinamis
Tracking kedua itu aspek ideologis. Kalau kedua ini digabungkan maka matematika yang kompleks tadi akan menjadi makin sederhana, apalagi setelah melihat aspek kultural, dan basis pemilih," urai Hasto. Dia menambahkan skenario masa depan harus menjadi diskursus yang sangat penting, bukan hanya sekedar menjodohkan.
"Karena kita tidak bertemu biro jodoh parpol dan capres-cawapres. Tapi kita bicara tentang skenario masa depan. Narasi masa depan sangat penting dalam pemahaman sistem politik kita. Sehingga menghadapi kontes internasional dan nasional yang belum begitu kondusif, sudah saatnya berbagai dialog dilakukan. Saya tegaskan kerjasama itu konteks historis dan ideologis, kesesuaian platform, basis pemilih serta skenario masa depan itu yang menentukan," papar Hasto.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda AR memaparkan 10 capres potensial, kemudian 10 partai politik terkuat elektabilitasnya di Agustus, dan peta koalisi Pilpres 2024. Survei dilalukan 1-7 Agustus 2022 dengan metode stratified multistage random sampling.
"Peta koalisi, kami menyampaikan hari ini ada tujuh skenario peta koalisi dengan berbagai macam skenario. Jadi sekali lagi politik kita sangat dinamis Pilpres masih 1,5 tahun. Peta koalisi masih mungkin berubah apalagi kandidatnya masih sangat mungkin berubah," demikian Hanta.
Hasto memberi tanggapan atas berbagai skenario yang disampaikan Hanta itu harus dilihat konteksnya.
"Konteksnya apa? Nasional. Sekarang menghadapi tekanan- tekanan perekonomian. Inflasi naik akibat pemulihan pandemi belum selesai muncul perang Rusia-Ukraina. Ini belum selesai muncul ketegangan di Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan. Di sana sudah gelar kapal induk. Patroli-patroli dari Eropa Barat mewakili AS dan AS sendiri dengan Tiongkok yang mencoba melakukan koreksi atas tatanan dunia berdasarkan hegemoni menjadi hubungan dagang. Apakah tidak mungkin terjadi perang. Kalkulasi terjadinya konflik itu sangat potensial. Ini juga menjadi faktor X yang nantinya harus kita perhitungkan," sebut Hasto.
"Apa yang dilakukan Poltracking dengan berbagai skenario capres-cawapres, kerjasama parpol itu sah-sah saja sebagai opsi-opsi yang menjadi referensi berbasis kalkulasi elektoral. Tapi syarat yang juga penting dalam membangun kerjasama parpol muaranya adalah kepada siapa capres-cawapres juga melihat emotional bonding basis pemilih. Tidak mungkin PDI Perjuangan membangun kerjasama dimana di akar rumput kami berbeda. Akan sulit mendapatkan rasionalitas historis dan ideologis," lanjut Hasto.
(PDI Perjuangan/Samhadi)
0 Comments