Nasional

Cerita Hasto Soal Dialog Megawati-Jokowi

MEDAN - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menceritakan dialog antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden RI Kelima yang juga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, jelang Pilpres 2019.

Kisah ini disampaikan Hasto ketika berbicara dalam Silaturahmi Kebangsaan yang digelar di Kota Medan, di hadapan hampir 100 orang tokoh masyarakat dan akademisi Kota Medan, Sabtu (13/8/2022) malam.

Awalnya Hasto berbicara soal semangat kemerdekaan RI yang hari ulang tahunnya akan dirayakan pada 17 Agustus mendatang. Bahwa kemerdekaan seharusnya menggelorakan semangat juang untuk mencapai Indonesia yang maju. Dan kemajuan hanya bisa dicapai jika Indonesia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Dari situ, Hasto menceritakan bagaimana pada 2018, jelang Jokowi dicalonkan PDIP untuk kedua kalinya di Pilpres 2019, Megawati bertemu Jokowi. Hasto ikut dalam pertemuan itu. 

Di pertemuan itu, bukannya meminta hal seperti kuota jabatan menteri, Megawati justru bicara soal memberi gambaran soal mimpi Bung Karno. Alasan Bung Karno mengeluarkan ajaran Trisakti, yakni berdaulat di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan.

Namun faktanya, lanjut Hasto menceritakan dialog kedua tokoh itu, yang terjadi adalah penurunan kualitas pendidikan Indonesia. Bahkan jauh tertinggal dibanding negara tetangga yang lebih kecil seperti Singapura. 

“Karena itulah Ibu Mega meminta pak presiden, ‘dek, kami akan dukung lagi. Permintaan saya majukan pendidian kita, dan bentuk Badan Riset dan Inovasi,” ujar Hasto.

“Pak Jokowi bertanya apa yang diteliti? Maka Bu Mega mengatakan yang diteliti 4 hal. Manusianya, floranya, faunanya, dan teknologi itu sendiri untuk menbawa kemajuan di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara,” tambahnya.

Nah, beberapa bulan lalu, Hasto dipanggil lagi oleh Megawati untuk menyampaikan kisah di sebuah majalah nasional. Bagaimana seorang warga negara Prancis, menyewa tanah di Sleman, mengumpulkan bambu nusantara, dan menggunakan teknologi kultur jaringan. Hasilnya, orang Prancis itu mengekspor ke empat benua setiap enam bulan.

“Sejak itu saya diperintahkan lebih sering masuk ke kampus menggelorakan semangat berdikari. Kalau orang Prancis saja bisa kumpulkan bambu nusantara, dengan teknologi yang tak hebat-hebat amat yakni kultur jaringan, lalu kemana peneliti kita? Padahal resources kita luar biasa,” kata Hasto.

Kata Hasto, pihaknya menyadari sepenuhnya bahwa semangat berdikari melalui riset dan inovasi harus ditularkan lewat para tokoh serta akademisi itu. Bahwa di dalam bumi Indonesia merdeka, sistem pendidikan Indonesia harusnya jadi pusat kemajuan bagi Indonesia Raya.. 

“Itu yang harus kita lakukan. Makanya kita dorong beasiswa bagi anak-anak pintar. Mari gelorakan Indonesia yang berkemajuan,” tegas Hasto.

(PDI Perjuangan/Samhadi)

 

You can share this post!

0 Comments

Leave Comments