JAWA TENGAH - Berdasarkan perhitungan elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM), pada 2018 tingkat stunting di Jateng berada di angka 24,4 persen, setahun kemudian pada 2019 turun menjadi 18,3 persen. Persentase kembali turun pada 2020 menjadi 14,5 persen, kemudian pada 2021 turun menjadi 12,8 persen, dan terakhir pada 2022 di angka 11,9 persen.
Angka stunting di Jawa Tengah (Jateng) turun hingga 51 persen dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Beberapa program intensif Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) untuk menurunkan stunting dapat diteladani daerah lain.
Beberapa program yang dicanangkan Pemprov, antara lain Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5NG) yang diluncurkan Ganjar pada 2016. Program tersebut memantau kesehatan ibu hamil, sejak awal kehamilan hingga perawatan bayi agar ibu dan bayi mendapatkan akses kehidupan secara optimal sehingga ibu selamat dan bayi sehat.
“Di lapangan nanti kami intervensi dari masing-masing stakeholder. Misal dari Dinkes memberikan makanan tambahan, obat penambah darah. Bisa juga dari DPU terkait dengan jambanisasi, akses air bersih,” jelas Ganjar.
Tak hanya itu, Ganjar bersama BKKBN juga membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Tim tersebar di 35 kabupaten/kota, 576 kecamatan, dan 8.562 desa/ kelurahan.
Ganjar menyebut, penanganan stunting di Jawa Tengah dilakukan secara multisektor, dengan melibatkan akademisi dan masyarakat. Ganjar menegaskan penanganan stunting tidak boleh setengah-setengah. Agar berdampak bagus, penurunan angka stunting harus disatukan dengan program pengentasan kemiskinan.
“Ini menjadi perhatian kami dan ini berhimpitan dengan angka kemiskinan juga, makanya kami akan jadikan satu program bersama yang akan kami evaluasi juga bersama,” pungkas Ganjar.
(tim ‘disrupsi’ pensil/Tinus)
0 Comments