Kalteng

Kalteng Perkuat Pengakuan Masyarakat Hukum Adat untuk Keadilan Lingkungan dan Budaya

Palangka Raya - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menegaskan komitmennya memperkuat pengakuan terhadap keberadaan dan hak‑hak Masyarakat Hukum Adat (MHA). Hal itu diungkapkan dalam Rapat Evaluasi Panitia Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota se‑Kalimantan Tengah yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalteng di Luwansa Hotel, Palangka Raya, Kamis (13/11/2025).

Acara dibuka secara resmi oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Ekbang) Setda Provinsi Kalteng, Herson B. Aden, yang mewakili Plt. Sekda Kalteng Dalam sambutannya, Herson B Aden menekankan, bahwa pengakuan negara terhadap MHA merupakan amanat konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

“Masyarakat Hukum Adat bukan hanya pewaris tradisi, tetapi juga penjaga kearifan lokal yang terbukti mampu melestarikan lingkungan dan menjaga harmoni sosial. Tanpa pengakuan, mereka rentan terhadap marginalisasi dan kehilangan hak atas tanah serta budaya mereka sendiri,” ucapnya.

Ia menambahkan bahwa pengakuan ini bukan sekadar penghormatan historis, melainkan investasi bagi masa depan—untuk melindungi lingkungan, memperkuat persatuan, dan membangun Indonesia yang inklusif serta berkelanjutan. “Rapat evaluasi ini menjadi momentum penting untuk menilai proses pengakuan, mengidentifikasi tantangan, serta mencari solusi terbaik bagi tahap‑tahap selanjutnya,” Jelas Herson.

Perda Provinsi Kalteng No. 2/2024 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Dayak. Pergub No. 26/2022 tentang Tata Cara Pengakuan Masyarakat Hukum Adat. Keputusan Gubernur Kalteng No. 188.44/436/2022 tentang Penetapan Hukum Adat Rungan di Kelurahan Mungku Baru (Kota Palangka Raya) serta di Desa Parempei dan Desa Bereng Malaka (Kabupaten Gunung Mas).

Hingga Oktober 2025, sebanyak 30 MHA telah ditetapkan di beberapa kabupaten, yakni Gunung Mas, Pulang Pisau, Kapuas, Seruyan, dan Katingan. Selain itu, 15 hutan adat telah diakui oleh Kementerian Lingkungan Hidup, mayoritas berada di Gunung Mas dan Pulang Pisau.Enam kabupaten di Kalteng yang telah memiliki Perda tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA adalah Katingan, Gunung Mas, Pulang Pisau, Sukamara, Lamandau, dan Kotawaringin Timur.

Perda No. 2/2024 menegaskan tujuan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA Dayak untuk memberikan kepastian hukum, menjamin partisipasi dalam aspek politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya, serta menjaga tradisi sebagai bagian dari ketahanan nasional.

Kepala DLH Provinsi Kalteng, Joni Harta menjelaskan bahwa evaluasi ini bertujuan memastikan sejauh mana usulan pengakuan telah dijalankan oleh pemerintah daerah. “DLH menekankan agar kabupaten mempercepat alur pengakuan MHA di wilayahnya, supaya tidak terjadi tumpang tindih,” katanya.

Sementara itu, Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLH Provinsi Kalteng, M. Tarmidzi, menambahkan bahwa masih ada lima kabupaten/kota yang belum memiliki MHA maupun penelitian terkait. “Kami mendorong agar segera dilakukan penelitian pengakuan masyarakat hukum adat di daerah masing‑masing,” ujarnya.

Melalui rapat evaluasi ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berharap proses pengakuan dan perlindungan MHA di seluruh wilayah dapat berjalan lebih cepat, terarah, dan memberikan manfaat nyata bagi pelestarian budaya serta pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

(Era Suhertini)

You can share this post!

0 Comments

Leave Comments