PALANGKA RAYA - Farid Zaky Yopiannor, S.Sos., M.Si, Dosen dari Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, menyoroti peran dan keterlibatan aparatur negara dalam politik yang dinilainya sebagai isu krusial. Ia mengingatkan pentingnya profesionalitas birokrasi dan menghindari “black market demokrasi,” di mana kolusi antara birokrasi dan kekuasaan berpotensi merusak sistem demokrasi.
Farid Zaky Yopiannor, S.Sos., M.Si, Dosen dari Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keterlibatan aparatur negara dalam politik, terutama menjelang pemilu. Menurutnya, Bawaslu memiliki tanggung jawab utama dalam mengawasi dan menindak “cawe-cawe” atau keterlibatan aparatur negara.
Farid menekankan bahwa birokrasi seharusnya berfungsi sebagai pengabdi negara, bukan alat politik kekuasaan. Dia mengingatkan bahwa birokrasi yang profesional akan memfokuskan diri pada pelayanan publik, sedangkan birokrasi yang terkooptasi oleh kekuasaan dapat menjadi ancaman bagi demokrasi.
Lebih lanjut, Farid menjelaskan, Ketika birokrasi mengabdi kepada negara, maka ia akan profesional dalam melayani publik. Namun, saat birokrasi lebih tunduk pada kekuasaan, di sinilah muncul fenomena ‘black market demokrasi’ yang membuka peluang bagi kolusi antara birokrasi dan politik.
Peneliti tersebut menegaskan, jika birokrasi terus dimanfaatkan oleh kekuasaan, kondisi ini akan menjadi “bom waktu” yang merusak perkembangan demokrasi di Indonesia. Farid pun mengajak semua pihak untuk mengembalikan etika administrasi dalam birokrasi demi menjaga profesionalitas. Farid pun menutup pernyataannya dengan menyerahkan penilaian hukum kepada Bawaslu sebagai lembaga yang berwenang.
(Deddi)
0 Comments