KAPUAS - Kasus Korupsi di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kapuas hingga kini masih terus bergulir. Direktur PDAM Kapuas periode 2013-2017, Widodo berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diduga melakukan korupsi hingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp7,4 miliar. Dengan nada pelan, sewajarnya, tanpa emosi kemarahan atau protes, Maria istri Widodo didampingi putri bungsunya Winarti berkisah tentang awal mula suaminya bisa mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Palangka Raya. “Bapak (Widodo) menyerahkan diri, saat bapak berangkat ke Palangka Raya. Katanya ada panggilan. Kami tidak tahu kalau bapak menyerahkan diri (Januari 2021, Red). Waktu saya telepon, baru bapak cerita kalaa dia menyerahkan diri supaya kasus ini (dugaan korupsi, Red) cepat terboggkar dan kebenarannya terungkap,” kisah Maria di kediamannya yang terlihat sederhana, seperti umumnya rumah-rumah kayu di Desa Barimba, Kapuas Hilir Kabupaten Kapuas, jauh dari kesan mewah. Ia mengaku selama ini banyak pertanyaan terus bergulir. Kemanakah uang itu? Asset apa saja yang dimiliki Widodo? Sebabnya, rumah yang ditinggali keluarga Widodo jauh dari kesan mewah, bahkan Maria menyebut sampai sekarang masih berkebun untuk mencukupi kebutuhan harian keluarga. Paling tidak untuk makan sehari-hari sayur mayur yang dibutuhkan tertutupi tak perlu membeli. “Walaupun bapak ditahan, kami masih bisa bersyukur karena tetangga-tetangga banyak yang memberikan dukungan, dan meminta kami sabar. Karena mereka tahu sendiri keadaan kami. Aset yang kami miliki hanya rumah ini dan lahan tanah sekitar rumah untuk bertani dan berkebun. Itu pun sudah kami miliki sebelum bapak diangkat jadi direktur PDAM 2013 lalu,” urainya. Perempuan yang punya latar belakang tenaga pendidik ini menyebut, tetangga memberi respon positif karena tahu kehidupan keluarga sehari-hari. Bahkan Widodo yang juga dipercaya sebagai ketua RT ini menjadi cermin bagi tetangganya, bagaimana bercocok tanam. Maria menyebut, Widodo dipercaya sebagai ketua sejak 1997 sampai 2013, ketiak ia dipercaya menjadi Direktur PDAM Kapuas. “Selama bapak jadi ketua RT, lahan di sekitar yang dulu hutan sekarang jadi lahan terbuka. Itulah kemajuan Barimba. Tetangga-tetangga yang dulu tak mau bercocok tanam setelah melihat contohnya, lalu tertarik dan dibina bapak langsung, sampai bapak membentuk kelompok tani,” jelasnya. Perempuan yang dikarunia tiga buah hati ini menyebut, orang tua Widodo, Cipto, dulunya memang petani. Hidupnya susah. Menjual hasil kebun hanya menggunakan sepeda ontel, untuk menyekolahkan Widodo yang kemudian luus dari STM pada 1984. Ilmu bertani dari ayahnya inilah yang kemudian diterapkan Widodo. Hingga kebutuhan beras dan sayur mayur bagi keluarga ini tercukupi. Nenek dari sejumlah cucu ini juga mengungkapkan terkait besarnya tuduhan korupsi yang dilakukan suaminya, jika dibandingkan dengan kehidupan mereka sehari-hari jauh berbanding terbalik. Sebabnya, tak ada asset tambahan sejak suaminya menjabat sebagai direktur. Malah ia mengaku beberapa kali menutupi biaya kegiatan di kantor suaminya, di PDAM dengan uang pribadi. Pernah satu kali ia harus merelakan menjual cincinnya, untuk menyediakan konsumsi saat ada kegiatan di PDAM. Sebagai perempuan dan istri direktur PDAM ia juga mengaku, ingin hidup lebih layak seperti istri pejabat pada umumnya. Kendati sebagai direktur Widodo tetap bercocok tanam sebagaimana biasanya. Mobil yang digunakan keluarga ini juga kendaraan dinas, yang sudah dikembalikan sejak Widodo tak menjabat lagi. “Waktu saya bilang begitu ke bapak tentang keinginan saya, seperti istri pejabat lainnya, bapak malah menasehati saya, jangan melihat ke atas, tapi syukuri saja yang ada saat ini. Hiduplah apa adanya. Kita masih bisa makan, keluarga kita sehat. Itu sudah cukup,” kata Maria mengutip nasehat suaminya. Winarti yang sesekali menyelingi kisah ibunya pun menambahkan, jika kehidupan keluarga mereka jauh dari mewah. Bahkan untuk melanjutkan kuliah pun ia tidak bisa, karena orangtuanya tak punya uang. Padahal ia diterima dan lulus tes masuk kedokteran. “Saya lulus 2016, bapak waktu itu menjabat direktur PDAM, tapi waktu saya minta untuk melanjutkan kuliah. Bapak bilang sabar dulu, karena uang kuliahnya tidak ada. Saya lalu kerja sebagai kasir di PDAM pada 2017. Dari uang yang saya kumpulkan itu saya bisa kuliah,” kisahnya lagi. Lebih jauh, kedua perempuan ini berharap segera ada putusan pengadilan agar kasus dugaan korupsi ini terang benderang. Kemna larinya uang sejumlah trilyunan yang disangkakan digelapkan Widodo. Kendati demikian, Maria dan Winarti mengaku masih bisa bersyukur, karena kondisi ayah mereka dalam keadaan baik. Tidak stress. Sehat. Tetap menjaga imannya sekalipun dalam tahanan. Tak ada nada menyalahkan Tuhan karena kondisi tersebut. Apalagi selama pandemi Covid-19 ini, kunjungan kekuarga pun dibatasi. Hanya beberapa kali saja putri-putrinya bisa ke rutan untuk mengantarkan makanan. “Kami bersyukur bapak sehat, rutinas hariannya seperti belum ditahan, seperti berolahraga, dan beribadah tetap bisa dilakukan dengan baik. Malah bapak yang diakon di gereja, bisa mengajak tahanan lainnya untuk sama-sama beribadah. Bapak yang memimpin. Bapak tetap melayani Tuhan walau dalam tahanan. Kami sangat bersyukur,” tegas Maria seraya menyampaikan pesan Widodo agar ia sebagai istri, ibu dan nenek tetap kuat. Keluarga tetap yakin Widodo tidak bersalah, Widodo sebagai imam keluarga dikenal jujur dan sederhana dalam kesehariannya. Keluarga berharap pengadilan bisa melihat dengan jernih setiap bukti dan kenyataan yang ada. Baik tentang keseharian keluarga yang jauh dari mewah, hingga jumlah asset yang tak sebanding dengan tudingan uang yang dikorupsi. “Kami percaya Tuhan tetap menolong kami menghadapi semuanya. Kami berharap semuanya cepat selesai dan bapak tidak ditahan lama-lama,” pungkas Maria.
(HB)
0 Comments