PENETAPAN - Ketua DPRD Provinsi Kalteng Wiyatno bersama Pimpinan Dewan lainnya dan Wagub Kalteng Habib Ismail Bin Yahya menandatangani berita acara persetujuan bersama Raperda Dalkarla menjadi Perda Kalteng, pada rapat Paripurna Dewan, di Palangka Raya, Selasa,(7/7)
PALANGKA RAYA - DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng resmi menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kalteng tentang Pengendalian Kebakaran Lahan (Dalkarla) menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kalteng.
Penetapan dan pengesahan perda yang akan menjadi payung hukum untuk masyarakat membersihkan ladangnya dengan cara dibakar, khususnya di kawasan non gambut ini dilaksanakan pada Rapat Paripurna ke-5 masa persidangan II tahun sidang 2020, di gedung dewan, Selasa (7/7).
Penetapan perda tersebut ditandai dengan pendandatanganan persetujuan bersama antara Gubernur Kalteng Sugianto Sabran yang diwakili Wagub Kalteng Habib Ismail bin Yahya dengan Pimpinan DPRD Kalteng disaksikan oleh seluruh Anggota DPRD Kalteng serta tamu undangan dalam rapat Paripurna tersebut. Rapat Paripurna kemarin, langsung dipimpin Ketua DPRD Kalteng Wiyatno, didampingi Wakil Ketua DPRD H Jimmy Carter dan Faridawaty Darland Atjeh.
Dibincangi terpisah usai rapat Paripurna tersebut, Ketua Bapemperda DPRD Kalteng Maruadi menjelaskan bahwa di dalam perda yang dibahas tersebut, diusulkan untuk para petani dan peladang, untuk mengakomodir Masyarakat Hukum Adat (MHA) di wilayah Kalteng.
“Itu karena, hingga saat ini, belum ada aturan yang jelas mengakui adanya masyarakat hukum adat itu. Nah, maka muncul lah gagasan ini untuk mengakomodir mereka,” ucapnya.
Maruadi menjelaskan bahwa Masyarakat Hukum Adat yang dimaksud yakni, kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim diwilayah geografis tertentu, karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum.
Dirinya pun mengungkapkan, ada sejumlah peraturan yang tertera dalam raperda Dalkarla tersebut, salah satunya yakni setiap satu Kepala Keluarga (KK) yang termasuk dalam masyarakat adat, diperbolehkan membuka lahan dengan cara membakar untuk lahan maksimal seluas 2 hektare. Namun dengan catatan, lahan yang diperbolehkan yakni lahan khusus yang bukan merupakan lahan gambut.
“Jika nanti ada masyarakat yang melanggar aturan ini, maka sanksinya berupa hukuman penjara selama enam bulan dan denda sebesar Rp50 juta,” tegas Maruadi.
Politisi dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) ini pun berharap, melalui perda Dalkarla ini, maka masyarakat petani peladang di wilayah Kalteng, dapat terakomodir sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat dalam pengelolaan lahannya.
(Nus/JJ)
0 Comments