PALANGKA RAYA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Fajar Hariady menggelar reses perseorangan di Dapil II Kotim – Seruyan. Daerah yang dikunjungi di Dusun Sulu Bakung Desa Natai Baru Kecamatan Mentaya Hilir Utara Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Dikatakan Fajar, masyarakat menyampaikan aspirassi diantaranya dibidang infrastruktur, yakni penambahan ruas jalan dusun menuju Sungai Sampit bisa direalisasikan. Adanya akses jalan tersebut sangat membantu dan juga mempermudah warga yang berprofesi sebagai nelayan tangkap ikan dalam membawa hasil tangkapan serta hasil potensi desa lainya.
Tidak hanya infrastruktur, warga setempat juga mengeluhkan ketersediaan lahan untuk pengembangan desa, baik itu untuk wilayah pertanian dan perkebunan. Sementara permasalahan yang dihadapi warga adalah tentang status wilayah dimana hampir seluruh wilayah desa Natai Baru masuk dalam areal ijin HGU Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan juga ada beberapa masuk didalam Kawasan Hutan Produksi (HP).
Pihaknya juga meminta saran dan pentunjuk serta arahan berkaitan dengan belum adanya Program Plasma atau kemitraan dari pihak perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit untuk masyarakat Desa setempat khusunya dusun Sulu bakung.
Menanggapi keluhan warga tersebut, Anggota DPRD Kalteng, Fajar Hariady mengatakan, berkaitan usulan tentang penambahan ruas jalan setempat tersebut, ia meminta kepada Kadus dan warga setempat agar segera membuatkan usulan dalam bentuk proposal.
Lanjut Fajar, wilayah desa yang masuk didalam kawasan Ijin HGU bisa diajukan melalui sistem Inklve, dan apabila ijin HGU perusahaan masanya ijin akan segera berakhir bisa di ajukan melaui program tora dengan tujuan untuk wilayah perkembangan desa atau dusun.
Pada kesempatan ini Fajar Hariadi sekaligus mensosialisasikan berkenaan Program Tora. Menurutnya, Program pemerintah pusat melalui Tora tersebut untuk mewujudkan pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana diatur dalam Perpres nomor 86 tahun 2018 tentang reforma agraria atau Tora, didalam pasal 7 ayat 1 huruf c tanah yang diperoleh dari kewajiban menyediakan paling sedikit 20% dari luas tanah negara yang diberikan kepada pemegang HGU dalam peroses pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya.
“Untuk itu saya mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten agar menginfatirisir, HGU-HGU yang masa berlakunya hampir habis, sehingga ketika mengajukan perpanjangan dan pembaruan izin, pemerintah bisa menyesuaikan dengan kebutuhan serta ketersediaan lahan untuk pembangunan dan kepentingan masyarakat secara luas, tentunya hal tersebut juga harus disesuaikan dengan rencana tata ruang daerah, dan jika diperlukan direvisi kembali,” jelasnya.
Selain itu tambahnya, sesuai dengan pasal 7 ayat 1 huru d, tanah yang berasal dari kawasan hutan negara/atau hasil perubahan batas kawasan hutan yang ditetapkan oleh menteri lingkungan hidup dan kehutanan sebagai sumber obyek tora. Bahwa obyek Tora bukan hanya diajukan melalui pelepasan kawasan hutan, melainkan juga bisa diperoleh dari HGU yang 2 tahun sebelum masa ijinnya berakhir.
(Deddi)
0 Comments