JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) meraih dukungan penuh dari berbagai Kementerian/Lembaga,Non-Governmental Organization (NGO), dan asosiasi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dalam pembenahan tata kelola penempatan serta pelindungan menyeluruh PMI Pelaut Perikanan.
Upaya strategis dan berkelanjutan ini sangat penting untuk dilakukan karena tingginya jumlah pengaduan terkait awak kapal perikanan yang diterima BP2MI dan kinerja penanganan kasus yang masih belum optimal.
Demikian dikatakan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, pada rapat koordinasi kolaborasi dalam fasilitasi PMI Pelaut Perikanan Terkendala, Senin (18/4/2022), di Jakarta.
Dalam paparannya Benny menyampaikan, pada tahun 2020, dari 1.812 kasus, hanya 64% kasus yang dapat diselesaikan, sementara 36% kasus masih dalam proses. Persentase ini meningkat pada tahun 2021, di mana dari 1.702 kasus hanya 59% kasus yang dapat diselesaikan dan 41% nya masih dalam proses. Sehingga dalam dua tahun terahir ini saja (yaitu tahun 2020 dan 2021), ada akumulasi sebanyak 1.345 kasus yang belum selesai penanganannya.
Benny menambahkan, carut marut tata kelola penempatan dan pelindungan ABK saat ini bersumber pada kerangka hukum baik internasional, regional, maupun nasional terkait peraturan pelindungan PMI yang belum selaras dan menyeluruh serta tumpang tindih kewenangan masing-masing Kementerian/Lembaga dalam memberikan pelindungan atas berbagai persoalan Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan Indonesia. Persoalan ini salah satunya tampak pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI.
"Terdapat tiga catatan kritis kami terhadap pembahasan RPP tersebut. Pertama, hilangnya kewenangan BP2MI dalam membuat Petunjuk Teknis tentang Penempatan Awak Kapal Niaga Migran dan Petunjuk Teknis tentang Penempatan Awak Kapal Perikanan Migran pada dokumen RPP yang diharmonisasi. Kedua, masa transisi yang terlalu lama untuk peralihan SIUPPAK menjadi SIP3MI, dimana masa peralihan tersebut adalah 2 tahun, dan yang ketiga, masalah ego sektoral yang masih terasa.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Arajuo, menyatakan profesi pelaut itu harus diberikan pelindungan karena termasuk kelompok yang bekerja di luar negeri dan menghasilkan devisa cukup banyak.
Turut hadir dan mendukung acara tersebut yaitu Penyidik Utama Bareskrim Polri, Brigjen Pol. R.Y. Wihastono Yoga Pranoto; dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum yang diwakili oleh Kasubdit Pra Penuntutan Direktorat Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara, Anita Dewayani.
(Noris)
0 Comments