PALANGKA RAYA - Mahdianur, SH.MH selaku kuasa hukum Madi Guning Sius menemui Damang Jekan Raya untuk mempertanyakan surat varklaring yang menjadi permasalahan sehingga kliennya ditersangkakan.
”Kedatangan kami hari ini adalah untuk menemui pak damang, menanyakan menurut pak damang bahwa surat varklaring yang di anggap mereka palsu,yang dituduhkan sepihak tanpa croscek dan menerapkan praduga tak bersalah , bahkan adanya pemberitaan yang sepihak dan tidak berimbang, pada Selasa (7/02/2023).
Kuasa hukum MGS mempersilahkan saja proses hukum yang sedang berjalan, tetapi jangan terlalu memvonis orang yang belum mempunyai ketetapan hukum dari pengadilan, apalagi menyebut klien kami mafia tanah (kejahatan yang terorganisir). Mahdianur berharap semuanya harus objektif dan semua yang dituduhkan itu perlu suatu pembuktian.
Sementara itu Damang Jekan Raya Kota Palangka Raya Kardinal tarung mengata-kan definisi mengenai varklaring dalam Bahasa Belanda adalah surat keterangan tanah untuk memberi kepastian siapa yang berhak atas tanah itu. Asli atau palsu dalam pandangan adat yang sekarang dikenal dengan bukti surat itu, tidak menjadi jaminan untuk melakukan suatu tindakan yang memberi kepastian apakah itu benar atau palsu.
“Jika surat itu sudah dikeluarkan dan berjalan beberapa lama, didukung oleh penga-kuan, saksi dan selanjutnya jika surat keterangan tadi menerangkan itu tanah adat, lalu dibentuk tim komisi adat untuk memeriksa kebenarannya, maka varklaring tadi bukanlah satu-satunya untuk dijadikan alasan hukum,” jelas Kardinal.
Ia juga mengatakan keaslian varklaring tidak boleh diabaikan dalam mengambil sikap untuk menjatuhkan putusan bahwa bersalah atau tidak bersalah.
Kardinal Tarung, menganalogikan varklaring berlogo singa berhadapan itu sebagai lambang kekuasaan Belanda yang terbit sebelum masa proklamasi dan sementara varklaring berlogo Garuda lahir pasca proklamasi, setidak tidaknya sampai dengan tahun 1960 dan sah-sah saja diberi toleransi beberapa tahun.
“Sampai saat ini saya tidak menemukan alasan lembaga lain bisa menggugurkan, membatalkan atau menyatakan tidak berlakunya varklaring itu berupa keputusan dari Pengadilan. Menurut saya produk hukum contohnya sertifikat yang diterbitkan tidak serta merta digugurkan oleh BPN tanpa ada keputusan dari pengadilan,” paparnya.
Ia juga menjelaskan, dalam penerbitan Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA) sesuai peraturan Gubernur nomor 13 tahun 2009 pasal 10 ayat 4, mengatur secara jelas hal-hal yang diperhatikan para damang sebelum menerbitkan SKTA dan hak-hak adat di atasnya, bahwa varklaring MGS ini bukan satu-satunya dasar damang saat itu mengeluarkan SKTA. Sebab sesuai pasal 4 bagian (a) yang harus dipertimbang-kan oleh damang adalah bukti tertulis terdahulu jika ada, adanya pengakuan yang bersangkutan, adanya yang menyaksikan, bukti penguasaan fisik, misalnya pernah ada pondok sekian puluh tahun dia tinggal untuk berburu, meramu, karena orang Dayak pada dasarnya hidup di lewu (hutan ) yang menjadi ruang hidupnya.
“Dan terakhir adanya tim komisi adat yang telah melakukan verifikasi lapangan, komisi lapangan yang dibawa ke forum, dengan nara sumbernya ada 5 orang waktu itu, yaitu Numan Mahar (Pembakal Palangka Raya), almarhum Lukas Tingkes, Nahson Taway, Salundik Gohong dan almarhum Sabran Ahcmad, sehingga varklaring tadi sudah tidak berlaku lagi dengan terbitnya SKTA,” jelas Kardinal.
Damang juga berharap bila varklaring itu berhubungan dengan kearifan lokal, sepanjang banyak pihak menganggap itu benar, didukung pihak sebelah menyebelah, dan karena kejadian di wilayahnya (Jekan Raya) sesuai dengan tugas pokok, dan fungsinya (Tupoksi) sebagai pembawa pesan-pesan keadilan kedamainan, penengah dan pendamai, ia mengharapkan jangan kejadian-kejadian ini dilontarkan begitu saja kepada publik.
“Yang kita tahu masyarakat tingkat pengetahuannya terbatas, daya serapnya terbatas yang bisa menimbulkan gejolak dalam masyarakat, berharap bisa menahan diri, berkata bijak, mampu memilah-milah mana informasi yang benar menyejukan dan pihaknya mendukung langkah-langkah hukum yang berjalan untuk kebenaran tapi lakukan dengan benar,”sebutnya.
Ia juga mengingatkan, jangan mengkambingkan hitamkan orang atau sekelompok orang dengan memberikan label orang atau sekelompok orang sebagai mafia tanah.
“Karena kata mafia tanah itu bisa dilihat di kamus kurang enak didengar, jadi jangan adalah istilah-istilah seperti itu,” tandas Kardinal.
(Altius)
0 Comments