PALANGKA RAYA - Pimpinan Cabang kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Kota Palangka Raya menggelar kegiatan Nonton Bareng (Nobar) dan Diskusi Santai terkait dengan G30\SPKI di sekretariat KMHDI Kalimantan Tengah.
Kegiatan ini diinisiasi oleh pengurus Cabang KMHDI Palangka Raya guna merefleksikan kembali sejarah silam apa yang pernah terjadi di bangsa ini beberapa puluh tahun yang lalu.
Tragedi G30S PKI secara garis besar terbagi menjadi dua versi yang sampai kapanpun tidak dapat di kompromikan antara versi pemerintahan orde baru dan versi anti-Soeharto.
Ni Ketut Eka Sintyawati selaku ketua pelaksana dan juga sebagai kepala bidang penelitian dan pengembangan menyampaikan, kegiatan nonton bareng ini dilaksanakan untuk meningkatkan analisa kader - kader supaya lebih tajam dalam menganalisa suatu permasalahan yang ada di film tersebut. "Kemudian yang kedua agar kader-kader melihat dengan jeli apakah film ini wajib di tayangkan atau tidak, mengingat masih banyak menuai perdebatan antara Pro Orde baru dan Anti-Orde baru,"jelasnya.
Kemudian, imbuhnya, setelah nonton bareng, dilanjutkan dengan diskusi santai agar retorika dan dialektika kader-kader lebih pasif dan aktif dalam menyampaikan kan analisa melalui tontonan yang ditayangkan.
Sementara itu, Ketua PC KMHDI Palangka Raya Juprianto usai nonton bareng serta diskusi santai, menarik suatu kesimpulan atau sintesis.
Ia e berpendapat bahwa film ini tidak seharusnya wajib ditayangkan, mengingat diwaktu-waktu sebelumnya, film ini pernah diwajibkan untuk ditonton atau di tayangkan di masyarakat.
"Film Pengkhianatan G30S/PKI ini adalah film tentang peristiwa sejarah yang menuai perdebatan jelang akhir September. Film Pengkhianatan G30S/PKI menceritakan sejarah kekejaman PKI terhadap 7 pahlawan Revolusi Indonesia. Film Pengkhianatan G30S/PKI penuh dengan kepentingan penguasa pada zamannya," ungkapnya.
Padahal menurut referensi yang, ia baca sebaliknya mengatakan bahwa apa yang terjadi pada saat itu adalah kudeta menggulingkan kekuasaan Soekarno yang dilancarkan oleh Soeharto sehingga film itu masih kontradiktif.
"Film ini juga banyak menuai perdebatan dikalangan kelompok Pro-Orde baru dan kontra-Orde baru," sebutnya.
Ia juga berpesan bahwa peristiwa ini cukup menjadi suatu peristiwa yang kelam dimasa itu, jangan sampai peristiwa ini terulang kembali.
(Alexis Ceca/Altius)
0 Comments