Nasional

Seni Keprajuritan Bregodo “Sapta Nayoko Utoma”  Jogjakarta

JOGJAKARTA - Seni keprajuritan yang lahir dari Zaman Kesultanan Mataram, hingga saat ini eksis dan lestari di tengah masyarakat Daerah Istimewa Jogjakarta. Mereka hadir, dengan tujuan mengangkat dan melestarikan warisan kearifan lokal budaya daerahnya.  Seni keprajuritan ini mengadaptasi unsur militer, dan dipadukan dengan budaya jawa. Khususnya  bregodo yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat, yang disebut bregodo rakyat. Seminggu dua kali para pasukan ini berlatih.  Pesertanya pun dari berbagai elemen masyarakat. Bagaimana keseruan pasukan ini berlatih.

Beginilah suasana  saat lathan di malam hari, pasukan Bregodo Sapto Nayoko Utomo, yang ada di RW 07, Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegal Rejo Jogjakarta ini. Tampak pasukan yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan dari berbagai rentang usia,i mengikuti semua arahan dan instuksi dari pelatih.

Pelatih yang mengajar tehnik baris berbaris seni keprajuritan ini, adalah salah seorang abdi dalem kraton ngayokyakarta hadiningrat, yang juga  bergabung dibawah binaan   dinas kebudayaan dan pariwisata DIY.

Mereka dilatih untuk selalu memperhatikan aba aba dari panji, komandan kompi. Mereka menyatukan derap langkah dengan serasi mengikuti iringan musik yang dibunyikan sepanjang jalan saat berlatih. Satu brigade terdiri dari 50 hingga 60 orang prajurit. Pasukan ini tampil biasanya saat ada upacara adat ataupun pesta rakyat.

Menurut sang pelatih, ada pakem pakem yang tidak boleh dilanggar dalam seni keprajuritan swadaya masyarakat ini, di antaranya, warna bendera dan bentuk,  tidak boleh sama persis dengan yang digunakan kraton, gending, nama pasukan. Untuk alat musik yang digunakan sendiri ada bende, srompet, kecer, tambur dan suling. Tambur berfungsi sebagai pengatur tempo derap langkah,tata lampah,  seruling sebagai pengisi melodi pembentuk gendhing. Unsur-unsur musik jawa terdapat pada penggunaan bende (gong kecil,canang) dan kecer (simbal). Bende telah digunakan dalam keprajuritan jawa sebelum era kesultanan yogyakarta, berfungsi untuk memberi tanda. Kecer sebagai penjaga tempo setiap bregada, mengadaptasi seragamnya sendiri-sendiri sebagai sebuah identitas, juga dengan warna dan motif yang berbeda-beda, termasuk juga identitas lainnya seperti panji-panji prajurit, tombak pusaka, serta instrumen.

Heru Subekti Wakil Ketua, Bregodo Sapto Nayoko Utomo, mereka terpanggil untuk melestarikan nilai nilai seni budaya, adat tradisi, sejarah lokal, serta mengelola potensi yang ada di masyarakat, dan memberikan wadah bagi generasi ke generasi, pengkaderan, untuk menyalurkan minat, berekspresi, melalui seni keprajuritan dan organisasi,dan agar budaya yang adiluhung ini dapat terus lestari, sehingga seni budaya ini tidak  hilang tergerus oleh zaman.

Desrio, pelatih mengatakan, yang di ajarkan adalah  baris berbaris, kemudian formasi keprajuritan, cara hormat,serta  penggunaan bendera.

Novi, Sekretaris dan juga Anggota Bregodo Sapto Nayoko Utomo, dirinya sebagai  generasi muda sangat antusias dan mengapresiasi adanya seni keprajuritan, karena melalui kegiatan seperti ini, dirinya banyak belajar tentang kebudayaan, seni berorganisasi dan yang tak kalah pentingnya menjaga serta melestarikan budaya jawa.

Yang menarik seni keprajuritan ini pun diadakan festivaal, lomba   bregodo rakyat, sebagai agenda tahunan dinas kebudayaan DIY Yang di gelar bergiliran tiap Kabupaten Kota.

Kata bregado berasal dari kata "brigade" saat ini terdapat 4 kategori bregado yang aktif di yogyakarta,  bregada keraton yogyakartabregada keraton surakartabregada pura pakualaman, serta bregada yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat, yang disebut bregada rakyat.

(Olivia Teja)

 

You can share this post!

0 Comments

Leave Comments